Lahan Terbatas di Jakarta, Rumah Ramah Lingkungan Makin Banyak di Timur Kota

Peta Narasi – Jakarta, 15 November 2025 — Di tengah tekanan keterbatasan lahan di Jakarta, terutama di pusat kota yang padat, tren hunian ramah lingkungan mulai meluas ke wilayah pinggiran — khususnya Jakarta Timur. Dalam beberapa tahun terakhir, pengembang dan pemerintah sama-sama menaikkan perhatian terhadap konsep green housing (perumahan hijau) sebagai solusi untuk menghadapi krisis lahan sekaligus isu lingkungan.

Menurut laporan dari detikProperti, kesadaran masyarakat terhadap hunian hijau semakin tumbuh. VP Marketing Rumah123, Andry Law, menyatakan bahwa permintaan untuk rumah ramah lingkungan telah meningkat. Namun, karena lahan di dalam Jakarta sangat terbatas dan harganya melonjak, banyak pengembang akhirnya memilih untuk mengembangkan proyek-proyek mereka di area luar pusat — termasuk Jakarta Timur.


Kawasan Timur Jadi Pilihan Utama Pengembang Green Housing

Salah satu contoh paling menonjol adalah Jakarta Garden City (JGC), sebuah proyek kota terpadu seluas 370 hektar yang dikembangkan oleh PT Mitra Sindo Sukses (anak usaha PT Modernland Realty). Proyek ini diusung dengan konsep keberlanjutan yang jelas: rumah dirancang hemat energi dengan ventilasi silang dan bukaan besar agar mendapat cahaya alami, serta pemanenan air hujan untuk mengurangi konsumsi air.

Jakarta Garden City juga menyediakan ruang hijau luas — termasuk danau estetis seluas 15 hektar dan taman tepi danau 7 hektar — yang memungkinkan penghuni merasakan kehidupan yang lebih seimbang dengan alam.

Di kawasan ini, komunitas penghuni juga dibangun di atas kesadaran lingkungan: ada workshop urban farming, edukasi pemilahan sampah, dan kegiatan sosial ramah lingkungan lainnya.


Tantangan dan Realitas di Pasar Properti Hijau

Meski makin banyak proyek hijau, realitasnya belum sepenuhnya mulus. Laporan dari Medcom menyebut bahwa meskipun kesadaran green housing meningkat, proyek yang benar-benar menerapkan prinsip keberlanjutan secara substansial masih relatif sedikit. Di Jakarta, kurang dari 20 persen dari proyek properti memasukkan aspek green secara mendalam.

Salah satu hambatan besar adalah biaya pembangunan. Pengembang yang ingin memakai material ramah lingkungan, sistem hemat energi, dan teknologi ESG (environment, social, governance) harus menghadapi biaya awal yang tinggi. Hal ini membuat beberapa pengembang bersikap hati-hati dan menerapkan konsep hijau secara bertahap.

Contohnya, Metland, perusahaan properti besar, mengaku bahwa penerapan bahan bangunan ramah lingkungan di proyek-proyeknya baru dilakukan pada fasilitas umum melalui material daur ulang. Untuk skala rumah, mereka masih menimbang apakah ekonomi skala ramah lingkungan bisa berjalan.


Alternatif Pengembangan Kota Hijau di Timur Jakarta

Pengembangan kota hijau di Jakarta Timur tidak hanya soal perumahan. Pemprov DKI Jakarta juga menyokong pembangunan ruang terbuka hijau (RTH). Untuk tahun 2025, pemerintah menargetkan pembangunan 21 RTH baru di berbagai wilayah Jakarta, termasuk di kawasan Timur.

Di sisi lain, model pertanian perkotaan (urban farming) ikut didorong oleh Pemerintah Kota Jakarta Timur. Wali Kota Jaktim, Munjirin, menyatakan bahwa lahan sisa di kota akan dimanfaatkan untuk urban farming, tak hanya di lahan terbuka, tetapi juga di gedung–gedung fasilitas publik.

Keterlibatan warga dalam urban farming ini juga menjadi bagian dari strategi untuk menciptakan ketahanan pangan di kawasan padat namun terbatas lahannya.


Dampak Sosial dan Lingkungan

Konsep rumah hijau di Jakarta Timur menawarkan lebih dari sekadar desain estetis. Dengan ruang terbuka hijau dan komunitas yang sadar lingkungan, proyek-proyek seperti JGC memungkinkan penghuni untuk hidup lebih sehat, mental lebih tenang, dan lebih terkoneksi dengan alam.

Lebih jauh lagi, kawasan hijau ini membantu mengurangi efek pemanasan kota (urban heat island), meningkatkan penyerapan air hujan, dan memudahkan pengelolaan sampah lewat edukasi dan fasilitas daur ulang.

Sementara itu, upaya pengembangan RTH oleh pemerintah mendukung kualitas lingkungan jangka panjang — menyediakan paru-paru kota dan ruang interaksi sosial yang sehat.


Kendala dan Risiko di Masa Depan

Meskipun potensi besar, ada beberapa risiko. Pertama, harga rumah ramah lingkungan yang cenderung lebih mahal bisa jadi penghalang bagi sebagian masyarakat. Proyek hijau menengah‑atas mungkin sulit dijangkau oleh pembeli dengan anggaran terbatas.

Kedua, pengelolaan ruang hijau besar seperti danau dan taman memerlukan biaya pemeliharaan yang tidak kecil. Jika tidak dirawat dengan baik, ruang terbuka tersebut bisa menurun kualitasnya dari waktu ke waktu.

Ketiga, walau urban farming digalakkan, integrasi antara infrastruktur pertanian warga dan rencana kota bisa sulit, terutama ketika bersaing dengan kebutuhan lahan untuk perumahan atau pembangunan komersial.


Prospek dan Harapan

Meski ada tantangan, arah pengembangan hunian ramah lingkungan ke Jakarta Timur menunjukkan optimisme. Pengembang seperti Modernland Realty melalui Jakarta Garden City menunjukkan bahwa konsep kota hijau bukan sekadar trend, tetapi strategi jangka panjang.

Untuk ke depan, penggabungan upaya pengembang dan dukungan pemerintah akan sangat penting. Jika skema ESG dan arsitektur hijau bisa diperluas, dan kolaborasi dengan masyarakat lewat urban farming maupun pemeliharaan hijau bisa diperkokoh — maka Jakarta Timur berpeluang menjadi model kota hijau skala lokal yang inspiratif.

Sementara itu, upaya pemerintah untuk memperluas RTH secara agresif akan membantu menjaga kualitas lingkungan seiring pertumbuhan pembangunan. Jika target 21 RTH baru di 2025 tercapai, itu akan menjadi langkah konkret menuju kota yang lebih hijau dan layak huni di masa depan.


Kesimpulan

Keterbatasan lahan di Jakarta pusat mendorong pengembang dan masyarakat untuk berpikir kreatif: alih-alih berkompetisi di wilayah yang mahal, mereka mengembangkan proyek ramah lingkungan di Jakarta Timur. Dengan kombinasi desain rumah hemat energi, ruang hijau besar, dan komunitas berkelanjutan, kawasan Timur semakin menarik bagi mereka yang peduli lingkungan.

Namun, untuk benar-benar merealisasikan visi ini, tantangan seperti biaya tinggi, pemeliharaan jangka panjang, dan kolaborasi publik-swasta harus dihadapi dengan strategi matang. Jika berhasil, Jakarta Timur bisa menjadi contoh bahwa pertumbuhan kota tidak harus mengorbankan alam — melainkan bisa menyinergikannya.

By admin