Peta Narasi – Dalam misi diplomasi ekonomi sekaligus investasi yang sedang berlangsung, lima perusahaan besar asal Australia menyatakan minat kuat untuk menanamkan modal bernilai triliunan rupiah di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan antara CEO perusahaan-perusahaan tersebut dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, di Sydney.
Berikut lima raksasa bisnis Australia yang membidik investasi strategis di Tanah Air:
-
Aspen Medical
Aspen Medical, yang bergerak di bidang layanan kesehatan, menaruh perhatian pada proyek pengembangan ulang rumah sakit di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Aspen menyatakan keinginan untuk mengeksplorasi investasi sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16,7 triliun untuk merenovasi dan memperbesar kapasitas RSUD Samarinda. -
Pure Battery Technologies (PBT)
Perusahaan teknologi energi ini melihat peluang besar di sektor baterai kendaraan listrik di Indonesia. Mereka berencana menanamkan dana US$ 350 juta (sekitar Rp 5,84 triliun) di Batang Industrial Park untuk mengembangkan material katoda — komponen penting dalam produksi baterai listrik. -
AAM Investment Group
AAM, yang aktif di sektor investasi manajerial, mengincar pengembangan peternakan sapi di Lampung, sekaligus berpartisipasi dalam program pelatihan tenaga kerja melalui skema IA‑CEPA (Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement). -
Cue Energy Resources
Perusahaan minyak dan gas asal Australia ini berencana menambah kapasitas investasi di sektor energi fosil di Indonesia. Cue Energy Resources tertarik memperluas eksplorasi dan produksi, sejalan dengan kebutuhan energi domestik dan potensi pasar migas lokal. -
Nickel Industries Ltd
Memiliki fokus pada nikel, logam yang sangat penting untuk industri baterai listrik, Nickel Industries berniat memperluas fasilitas pengolahan nikel di Indonesia. Investasi ini sejalan dengan tren global menuju energi bersih dan elektrifikasi transportasi.
Latar Belakang dan Dinamika Hubungan Investasi
Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian misi investasi tingkat tinggi Australia ke Indonesia. Australia melihat ekonomi Indonesia sebagai salah satu pilar penting dalam strategi Asia Tenggara jangka panjang mereka.
Menurut BKPM, peraturan baru yang lebih ramah juga menjadi daya tarik bagi investor. Mereka merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2025, yang mempermudah proses perizinan usaha melalui sistem Online Single Submission (OSS). Jika verifikasi memenuhi Service Level Agreement (SLA), izin dapat diterbitkan secara otomatis, meningkatkan kepastian dan efisiensi.
Selain itu, pemerintah Indonesia menawarkan tiga sektor prioritas sebagai peluang utama kolaborasi:
-
Hilirisasi sumber daya alam, terutama pengembangan baterai listrik dan ekosistem nilai tambahnya.
-
Energi baru dan terbarukan, dengan potensi besar dari tenaga surya, angin, bioenergi, dan panas bumi.
-
Kesehatan, karena belanja kesehatan Indonesia diperkirakan bisa mencapai US$ 138 miliar pada 2040 — didukung juga oleh rencana pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Bali dan Batam.
Relevansi dan Implikasi Strategis
Minat investasi raksasa Australia ini datang pada saat hubungan ekonomi bilateral antara kedua negara memasuki fase baru. Sejak berlakunya IA‑CEPA, investasi asing langsung dari Australia ke Indonesia dilaporkan meningkat hingga 30 persen, menurut Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi.
Selain itu, Perdagangan bilateral kedua negara juga menunjukkan lonjakan signifikan. Dalam acara misi bisnis, disebutkan bahwa nilai transaksi dagang mencapai A$ 35 miliar, setara dengan Rp 381 triliun.
Langkah-langkah komersial seperti ini sejalan dengan strategi Australia untuk semakin memperkuat kehadirannya di kawasan Asia Tenggara, terutama melalui skema “Invested: Australia’s Southeast Asia Economic Strategy to 2040.”
Tantangan dan Risiko
Meski potensi sangat besar, realisasi investasi dalam skala triliunan tentu tidak tanpa tantangan:
-
Regulasi dan Birokrasi
Meskipun PP No. 28 Tahun 2025 memberikan kemudahan izin, melaksanakan proyek besar seperti pembangunan rumah sakit atau fasilitas industri baterai tetap menghadapi tantangan birokrasi lokal, perizinan lingkungan, dan pembebasan lahan. -
Volatilitas Komoditas
Untuk sektor seperti minyak, gas, dan nikel, fluktuasi harga komoditas global bisa mengganggu proyeksi keuntungan dan kesinambungan investasi. -
Risiko Lingkungan dan Sosial
Proyek hilirisasi sumber daya alam dan pengolahan nikel harus memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan dan sosial agar tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal. -
Persaingan Global
Banyak negara lain juga berebut pangsa di sektor energi terbarukan dan logam baterai. Perusahaan Australia harus bersaing dengan investor dari China, Eropa, dan Amerika Serikat yang juga agresif masuk ke Indonesia.
Manfaat Bagi Indonesia
Jika terwujud, investasi dari kelima perusahaan Australia ini bisa membawa dampak positif yang signifikan:
-
Peningkatan kapasitas kesehatan melalui proyek rumah sakit yang lebih modern dan terkelola baik, seperti yang direncanakan Aspen Medical.
-
Pengembangan ekosistem baterai listrik, yang akan memperkuat agenda dekarbonisasi dan mobilitas berkelanjutan di Indonesia — lewat proyek PBT dan Nickel Industries.
-
Transfer teknologi dan peningkatan kapabilitas SDM, terutama di sektor hilirisasi dan pertanian, melalui kolaborasi AAM.
-
Pemenuhan kebutuhan energi, baik fosil (untuk jangka menengah) maupun transisi ke energi bersih, melalui investasi Cue Energy.
-
Penguatan kerja sama bilateral jangka panjang, yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan transformasi industri Indonesia.