PETA NARASI – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya dalam memperkuat sistem pendidikan vokasi secara masif mulai tahun 2026, menyusul penempatan perdana 12 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ahli teknologi ke Korea Aerospace Industries (KAI), perusahaan dirgantara terkemuka di Korea Selatan. Arahan itu disampaikan lewat Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin dalam acara pelepasan PMI di Swiss‑Belhotel Kalibata, Jakarta Selatan.
Menurut Mukhtarudin, Presiden Prabowo ingin mengubah paradigma penempatan pekerja migran Indonesia, dari sekadar jumlah kuantitas menjadi kualitas keterampilan tinggi. Ia menegaskan pemerintah tidak lagi fokus pada angka keberangkatan semata, melainkan pada kompetensi teknis, penguasaan bahasa, dan keterampilan industri yang tinggi.
Vokasi Masif 2026: Kunci Sumber Daya Manusia Kompeten
Presiden Prabowo telah memerintahkan penyiapan program vokasi secara besar‑besaran yang diimplementasikan mulai tahun 2026, dengan tujuan menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di pasar kerja global dan teknologi tinggi. Pemerintah melihat adanya kesenjangan kompetensi pendidikan vokasi di dalam negeri dengan kebutuhan keterampilan yang dibutuhkan di luar negeri, terutama di sektor industri strategis.
Data terbaru dari Kementerian P2MI mengungkap bahwa Indonesia baru mengisi sekitar 20 persen dari total sekitar 350.000 peluang kerja migran profesional pada 2025, karena kekurangan tenaga kerja yang memenuhi syarat kompetensi yang dibutuhkan dunia internasional. Tingginya angka peluang kerja yang belum terisi tersebut mendorong pemerintah memprioritaskan pendidikan vokasi dan pelatihan berbasis standar industri.
Dalam konteks ini, vokasi menjadi strategi penting untuk menyiapkan SDM yang memenuhi kebutuhan industri masa depan, dari sektor manufaktur hingga teknologi tinggi seperti dirgantara. Target tersebut selaras dengan upaya pemerintah untuk menjembatani lulusan SMK, perguruan tinggi, dan lembaga pelatihan dengan kebutuhan industri global.
PMI Ahli Teknologi ke Korea Aerospace Industries
Acara pelepasan 12 pekerja migran Indonesia ke Korea Aerospace Industries (KAI) menandai tonggak baru dalam penempatan PMI berbasis keterampilan tinggi. Melalui skema visa E‑7, para pekerja Indonesia akan bekerja di lingkungan industri teknologi canggih, di mana mereka tidak hanya bekerja, tetapi juga berkesempatan menyerap pengetahuan dan teknologi tinggi dari perusahaan dirgantara dunia.
Skema ini dianggap sebagai bukti perubahan paradigma penempatan pekerja migran Indonesia, dari sektor domestik tradisional seperti layanan rumah tangga dan operator lapangan, ke sektor industri strategis berteknologi tinggi. Hal ini juga menjadi pengakuan internasional terhadap kualitas intelektual dan keterampilan teknis tenaga kerja Indonesia.
Wakil Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Park Su Deok hadir dalam acara tersebut dan menyambut baik kerjasama ini sebagai momentum penting dalam memperkuat hubungan bilateral kedua negara, terutama dalam proyek pengembangan pesawat tempur KF‑21 Boramae, yang merupakan kerja sama strategis di bidang pertahanan dan teknologi.
Peran PMI sebagai Agen Transfer Teknologi
Pemerintah juga menekankan bahwa penempatan PMI di KAI bukan hanya untuk bekerja semata, tetapi juga berperan sebagai agent of technology transfer. Para pekerja diharapkan dapat menyerap ilmu pengetahuan, teknologi, dan etos kerja yang kemudian akan diterapkan ketika mereka kembali ke Tanah Air. Ini diharapkan menjadi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam meningkatkan kemampuan teknologi domestik.
Menteri Mukhtarudin mengatakan bahwa pekerja migran yang terampil jarang mengalami masalah serius selama bekerja di luar negeri, berbeda dengan mereka yang berangkat tanpa persiapan memadai. Karena itu, pelindungan pekerja migran dimulai sejak mereka dipersiapkan dengan pelatihan, kompetensi teknis, hingga penguasaan bahasa.
Lebih jauh, penempatan pekerja terampil di sektor teknologi tinggi seperti dirgantara juga akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menilai kompetensi tenaga kerja Indonesia sebagai bagian dari ekosistem produksi global. Hal ini bisa membuka lebih banyak peluang kerja berkualitas bagi generasi muda Indonesia di masa mendatang.
Arah Kebijakan dan Tantangan ke Depan
Komitmen pemerintah di bawah Presiden Prabowo adalah membentuk ekosistem vokasi yang berkelanjutan dan berkualitas tinggi, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga pasar kerja global. Pemerintah juga berkolaborasi dengan dunia industri, lembaga pendidikan, dan negara mitra untuk memastikan program vokasi benar‑benar relevan dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Meski demikian, tantangan besar tetap ada. Kesenjangan kompetensi di banyak wilayah di Indonesia, kualitas lembaga vokasi yang masih bervariasi, serta kebutuhan investasi untuk pelatihan dan fasilitas modern menjadi hal yang harus diatasi. Upaya untuk menjembatani skill gap antara kurikulum pendidikan vokasi dan kebutuhan industri global menjadi fokus utama kebijakan pendidikan dan ketenagakerjaan pemerintah ke depan.
Pelepasan pekerja migran ahli teknologi ke Korea dan dorongan vokasi masif 2026 ini menunjukkan arah kebijakan pemerintah Indonesia yang semakin menekankan kualitas sumber daya manusia sebagai kunci daya saing global. Dengan dukungan kebijakan, penyiapan program vokasi yang tepat, serta kesempatan kerja di sektor teknologi tinggi, diharapkan Indonesia mampu menghasilkan tenaga kerja yang kompeten dan unggul di era ekonomi global yang semakin dinamis.