Perbatasan Panas, Kamboja Tuding Jet F‑16 Thailand Hancurkan Jembatan Sipil

PETA NARASI – Ketegangan di perbatasan antara Kamboja dan Thailand semakin memanas. Pada akhir pekan lalu, pemerintah Kamboja secara tegas menuduh militer Thailand menggunakan jet tempur F-16 untuk mengebom jembatan sipil vital di wilayah perbatasan, sebuah tindakan yang memperburuk eskalasi konflik yang sudah berlangsung sejak awal Desember 2025.

Serangan Udara dan Jembatan yang Hancur

Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan Kamboja, insiden terjadi pada malam 19 Desember 2025 pukul 22.58 waktu setempat ketika jet tempur F-16 Thailand dilaporkan menjatuhkan dua bom yang menghancurkan Jembatan O’ Jik sebuah jembatan beton sipil penting di daerah perbatasan antara Distrik Chong Kal (Oddar Meanchey) dan Distrik Srei Snam (Siem Reap) di Kamboja.

Letnan Jenderal Maly Socheata, Wakil Sekretaris Negeri sekaligus Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, menyebut jembatan tersebut bukan target militer, melainkan infrastruktur sipil penting yang digunakan oleh warga lokal serta logistik umum, bukan hanya militer. Ia juga menuduh pasukan Thailand terus menembakkan artileri berat ke wilayah Kamboja hingga Sabtu pagi.

Versi Thailand soal Serangan

Sementara otoritas militer Thailand mengakui bahwa F-16 telah dikerahkan, mereka menyatakan serangan itu adalah bagian dari operasi militer yang sah untuk menghentikan pergerakan logistik militer Kamboja di area perbatasan. Menurut pernyataan resmi Angkatan Udara Thailand, target serangan adalah jembatan yang digunakan untuk mendukung pergerakan pasukan dan perlengkapan tempur, termasuk kendaraan dan sistem roket. Mereka juga mengklaim bahwa pejalan kaki atau pengendara sepeda motor masih bisa melewati lokasi secara aman, menggambarkan serangan itu sebagai pertimbangan taktis bukan serangan terhadap warga sipil.

Konteks Konflik yang Memburuk

Insiden jembatan ini terjadi di tengah eskalasi besar yang sudah berlangsung sejak 8 Desember 2025, ketika bentrokan bersenjata kembali meletus setelah sempat mereda. Kedua negara telah saling menuduh melakukan provokasi dari artileri lintas batas, serangan udara, hingga penggunaan “gas beracun” yang dilaporkan oleh tentara Kamboja.

Menurut laporan internasional terbaru, konflik sepanjang perbatasan telah menyebabkan puluhan korban jiwa dan ratusan ribu orang mengungsi, menciptakan krisis kemanusiaan yang semakin serius. Sebuah laporan bahkan menunjukkan hampir sejuta orang telah mengungsi di kedua sisi perbatasan akibat serangan dan pertempuran yang terus berlangsung.

Korban Sipil dan Dampak Infrastruktur

Kementerian Dalam Negeri Kamboja mengungkapkan bahwa bentrokan telah menewaskan setidaknya 18 warga sipil Kamboja dan melukai puluhan lainnya. Selain itu, penutupan sekolah secara masif terjadi di beberapa provinsi yang terkena dampak pertempuran, memengaruhi akses pendidikan bagi puluhan ribu pelajar.

Sementara itu, organisasi bantuan internasional dan media mengatakan bahwa banyak fasilitas sipil termasuk rumah sakit, sekolah, dan jalan juga mengalami kerusakan akibat serangan udara dan artileri. Pertanian, pasar lokal, dan jaringan transportasi vital turut terdampak, memperburuk kehidupan masyarakat setempat yang sudah terdesak oleh kekerasan.

Tuduhan Gas Beracun dan Eskalasi Tuduhan

Selain tuduhan serangan terhadap infrastruktur, militer Kamboja juga mengklaim bahwa pasukannya mengalami efek dari apa yang digambarkan sebagai “zat beracun” yang dilepaskan dalam serangan udara Thailand sebuah klaim yang hingga kini belum dapat diverifikasi secara independen. Thailand membantah penggunaan senjata kimia, menyebut tuduhan itu sebagai “berita palsu”, sambil tetap mempertahankan bahwa operasi mereka hanya menargetkan sasaran militer.

Upaya Diplomasi dan Seruan Internasional

Ketegangan yang terus meningkat ini telah menarik perhatian internasional. Para menteri luar negeri negara-negara ASEAN bertemu di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk membahas situasi dan mencari jalan keluar diplomatis. Pertemuan ini dipandang sebagai langkah penting untuk mencegah konflik yang lebih luas di kawasan.

Beberapa pemimpin dunia menyerukan de-eskalasi segera dan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk prinsip kedaulatan dan non-intervensi, sementara komunitas bantuan kemanusiaan mendesak akses lebih besar ke wilayah terdampak untuk memberikan bantuan bagi warga sipil yang mengungsi.

Prospek Perdamaian dan Tantangan ke Depan

Meski ada dorongan untuk kembali ke meja perundingan, situasi di lapangan tetap tidak stabil. Baik Thailand maupun Kamboja saling menuduh melanggar gencatan senjata dan melakukan agresi militer, termasuk serangan udara, artileri, dan taktik lain yang memperpanjang konflik. Upaya mediasi ASEAN dipandang krusial, tetapi tantangan besar tetap ada dari pertanyaan kedaulatan perbatasan hingga kebutuhan melindungi warga sipil yang terjebak di garis depan.

By admin