PETA NARASI – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberikan penjelasan resmi mengenai fenomena masih tingginya harga beras di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya di Papua dan Maluku, meskipun secara nasional tren harga mulai melandai. Memasuki penghujung Desember 2025, disparitas harga antarwilayah masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan di seluruh pelosok negeri.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, dalam keterangan resminya pada Minggu (28/12/2025), mengungkapkan bahwa faktor utama di balik tingginya harga beras di wilayah Timur adalah tantangan geografis dan tingginya biaya logistik. Wilayah Papua, yang masuk dalam Zona 3 Harga Eceran Tertinggi (HET), memiliki karakteristik topografi yang sulit ditembus oleh moda transportasi darat biasa.
Logistik Udara dan Medan yang Sulit
Menurut data yang dihimpun Bapanas, distribusi beras ke daerah-daerah pedalaman di Indonesia Timur sering kali harus mengandalkan jalur udara. Kondisi ini secara otomatis mendongkrak biaya angkut yang sangat signifikan.
“Di Papua, biaya transportasi untuk mendistribusikan beras bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan wilayah lain. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan pada transportasi udara untuk menjangkau titik-titik distribusi di wilayah pegunungan yang sulit diakses melalui darat maupun laut,” ujar Ketut Astawa.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Syahardiantono, yang juga menjabat sebagai Ketua Pengarah Satgas Pengendalian Harga Beras, menegaskan bahwa keterbatasan moda transportasi yang mampu menembus kontur pegunungan di Papua menjadi hambatan teknis yang nyata. Dampaknya, harga jual di tingkat konsumen sulit ditekan hingga menyentuh level yang sama dengan di Pulau Jawa (Zona 1) atau Sumatera (Zona 2).
Data Perbandingan Harga Antarzona
Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas per akhir Desember 2025, terlihat jelas perbedaan harga beras medium di ketiga zona distribusi:
- Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, Sulawesi): Rata-rata Rp13.067 per kg.
- Zona 2 (Sumatera lainnya, Kalimantan, NTT): Rata-rata Rp13.735 per kg.
- Zona 3 (Maluku dan Papua): Rata-rata Rp15.566 per kg.
Meskipun harga di Zona 3 tercatat mengalami penurunan tipis dibandingkan periode Oktober 2025 yang sempat menyentuh angka Rp16.500 per kg, angka saat ini masih berada di atas HET yang ditetapkan pemerintah, yakni sekitar Rp13.500 per kg untuk beras program SPHP di zona tersebut.
Langkah Strategis Pemerintah: Gudang Filial dan Satgas Pangan
Menanggapi kondisi ini, Kepala Bapanas sekaligus Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Sejumlah langkah strategis telah dijalankan untuk memangkas rantai distribusi dan menurunkan harga di wilayah Timur.
- Perluasan Gudang Filial: Bapanas melalui Perum Bulog telah memperluas jangkauan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Saat ini, setidaknya sudah tersedia 32 gudang filial yang tersebar di wilayah Papua Raya untuk mendekatkan stok beras ke masyarakat.
- Operasi Pasar dan Sidak Satgas: Satgas Pengendalian Harga Beras terus melakukan pengawasan ketat terhadap para spekulan dan pedagang yang menjual beras di atas HET. Dalam dua bulan terakhir, jumlah daerah dengan harga beras melampaui HET telah berkurang drastis dari 200 daerah menjadi 48 daerah.
- Optimalisasi Tol Laut: Pemerintah terus memaksimalkan penggunaan Tol Laut untuk mengangkut pasokan beras dalam jumlah besar guna menekan biaya logistik dibandingkan menggunakan pesawat kargo.
Stok Nasional Dinyatakan Aman
Di sisi lain, masyarakat diminta untuk tidak panik. Bapanas memastikan bahwa secara keseluruhan, stok beras nasional berada dalam kondisi yang sangat kuat, yakni mencapai 3,5 juta ton di gudang Bulog level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
“Tidak ada alasan bagi harga beras untuk terus melambung tinggi karena stok kita sangat melimpah. Fokus kami saat ini adalah memastikan distribusi ke wilayah Timur berjalan lancar agar masyarakat di sana bisa menikmati harga yang wajar,” tegas Amran Sulaiman.
Dengan penguatan koordinasi antara Bapanas, Kementerian Perhubungan, dan Polri, pemerintah optimistis harga beras di Indonesia Timur akan terus bergerak turun mendekati HET pada awal tahun 2026 mendatang.