PETA NARASI – Tahun 2025 menjadi babak krusial bagi perekonomian Indonesia. Di tengah bayang-bayang perlambatan ekonomi global, eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah, serta transisi penuh kepemimpinan nasional, Indonesia berhasil menutup tahun dengan catatan yang relatif stabil. Meskipun sempat mengalami fluktuasi pada paruh pertama, fundamental ekonomi nasional menunjukkan resiliensi yang kuat dengan angka pertumbuhan yang konsisten berada di kisaran 5,0% hingga 5,1%.
Realisasi Pertumbuhan Ekonomi: Stabil di Angka 5 Persen
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, perjalanan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 merupakan cerita tentang pemulihan yang terjaga. Setelah memulai kuartal I-2025 dengan sedikit kekhawatiran akibat penyesuaian kebijakan fiskal, ekonomi kembali tancap gas di kuartal II dengan capaian 5,12%. Momentum ini berlanjut hingga kuartal III yang mencatat angka 5,04% (yoy).
Daya tarik investasi asing langsung (FDI) dan disiplin fiskal menjadi kunci utama. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan optimisme bahwa angka tahunan akan tetap terjaga di level aman. Keberhasilan ini didukung oleh hilirisasi industri yang mulai merambah ke sektor non-nikel, seperti tembaga dan bauksit, yang memberikan nilai tambah signifikan pada neraca perdagangan.
Konsumsi Rumah Tangga dan Sektor Penopang
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor utama pertumbuhan dengan kontribusi lebih dari 53% terhadap PDB. Namun, sepanjang 2025, terjadi pergeseran pola belanja masyarakat. Kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% yang berlaku sejak 1 Januari 2025 memberikan dampak moderat pada daya beli kelas menengah. Untuk memitigasi hal ini, pemerintah mengintervensi melalui penguatan jaring pengaman sosial dan pemberian insentif pajak untuk sektor properti dan otomotif.
Beberapa sektor yang menjadi bintang sepanjang tahun 2025 antara lain:
- Pertanian: Mencatatkan pertumbuhan signifikan berkat program mekanisasi dan peningkatan produksi padi serta jagung nasional guna menekan impor pangan.
- Manufaktur: Tetap berada di zona ekspansif (PMI Manufaktur di atas 50) yang didorong oleh kuatnya permintaan domestik dan ekspansi pasar ekspor ke negara-negara berkembang lainnya (Global South).
- Ekonomi Digital: Sektor ini tumbuh dobel digit, didorong oleh adopsi teknologi AI dalam operasional bisnis UMKM dan perluasan jangkauan internet 5G di kota-kota sekunder.
Stabilitas Moneter dan Tantangan Global
Bank Indonesia (BI) memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang sempat mengalami tekanan hebat akibat kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat. Hingga akhir tahun, BI berhasil menjaga BI-Rate di level 4,75% sebagai langkah preventif untuk menjangkar inflasi agar tetap berada dalam sasaran 2,5% ± 1%.
Menariknya, meskipun harga komoditas global sangat volatil, Indonesia tetap mampu mencatatkan surplus neraca perdagangan secara berturut-turut. Keberhasilan ini dipicu oleh ekspor lemak dan minyak nabati (CPO) serta produk besi baja yang kualitasnya semakin diakui secara global. Cadangan devisa pun tetap berada pada level yang kuat, cukup untuk membiayai lebih dari 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Ujian Berat di Akhir Tahun
Catatan ekonomi 2025 tidak lepas dari ujian berat. Bencana alam yang melanda wilayah Sumatera di penghujung tahun menjadi perhatian serius para ekonom. Pemerintah harus bergerak cepat mengalokasikan dana pemulihan dan rekonstruksi mencapai Rp51,82 triliun. Meskipun bencana ini memberikan koreksi tipis sekitar 0,017% terhadap total pertumbuhan nasional, koordinasi yang cepat antar lembaga berhasil mencegah dampak sistemik terhadap rantai pasok logistik nasional.
Selain itu, tantangan transisi energi juga menjadi sorotan. Tahun 2025 ditandai dengan percepatan pensiun dini beberapa PLTU batu bara yang didukung oleh skema pendanaan JETP. Hal ini menunjukkan komitmen ekonomi hijau Indonesia yang mulai berdampak pada masuknya investasi “hijau” dari Uni Eropa dan Asia Timur.
Proyeksi Menuju 2026: Optimisme Terukur
Memasuki tahun 2026, pemerintah dan lembaga internasional seperti World Bank serta IMF memprediksi Indonesia akan tetap menjadi “bright spot” di kawasan ASEAN. Dengan pondasi transformasi digital yang semakin kuat dan implementasi penuh program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan memicu perputaran ekonomi di tingkat desa, pertumbuhan tahun depan diproyeksikan bisa terakselerasi ke level 5,2% hingga 5,4%.
Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia di tahun 2025 adalah cerminan dari kebijakan yang hati-hati (prudent) namun tetap progresif dalam membangun infrastruktur dan sumber daya manusia.