Anies Sentil Krisis Kepercayaan Pejabat Kekuasaan Amanah, Bukan Privilese

PETA NARASI – Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, kembali melontarkan kritik tajam yang menyasar pada kondisi etika dan moral para pejabat publik di Indonesia. Dalam sebuah forum diskusi yang dihadiri oleh akademisi dan aktivis, Anies secara eksplisit menyinggung fenomena yang ia sebut sebagai “krisis kepercayaan publik” terhadap lembaga-lembaga pemerintahan dan individu-individu yang mendudukinya. Pernyataan ini sontak menarik perhatian dan memicu diskusi hangat mengenai urgensi pemulihan integritas di tengah kontestasi politik yang semakin memanas.

Kritik tersebut disampaikan Anies dengan nuansa keprihatinan mendalam, menggarisbawahi bahwa kepercayaan adalah mata uang terpenting dalam penyelenggaraan negara demokratis. “Saat ini, kita menyaksikan bukan hanya sekadar penurunan tingkat kepuasan, tetapi krisis fundamental, yaitu krisis kepercayaan publik,” ujar Anies. Ia menekankan bahwa krisis ini muncul sebagai akibat kumulatif dari serangkaian tindakan yang tidak mencerminkan prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan komitmen terhadap kepentingan rakyat.

Akar Masalah: Etika Terkikis dan Hukum yang Tumpul

Menurut Anies, setidaknya ada dua pilar utama yang menjadi penyebab terkikisnya kepercayaan tersebut. Pertama, adalah persoalan etika dan moral para pejabat. Ia menyayangkan banyaknya kasus yang menunjukkan bahwa kekuasaan dimanfaatkan bukan untuk melayani, melainkan untuk memperkaya diri atau kelompok, serta melindungi kepentingan pribadi.

“Ketika masyarakat melihat ada pejabat yang melanggar janji, yang tindakannya berbanding terbalik dengan ucapannya, apalagi jika terlibat dalam praktik korupsi, maka yang hancur bukan hanya reputasinya, tapi juga keyakinan publik terhadap sistem,” tegasnya.

Anies menambahkan bahwa sikap arogansi kekuasaan merasa kebal hukum dan tak tersentuh oleh kritik turut memperparah jurang pemisah antara penguasa dan yang dikuasai.

Pilar kedua yang disorot adalah lemahnya penegakan hukum yang terkesan tebang pilih. Ia menggarisbawahi pentingnya institusi penegak hukum yang independen dan berani bertindak tanpa pandang bulu, bahkan terhadap mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.

“Jika hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, masyarakat akan menyimpulkan bahwa ada standar ganda, dan itu adalah pukulan telak bagi kepercayaan,” kata Anies, seraya menyerukan agar reformasi institusi penegakan hukum menjadi prioritas utama.

Implikasi Politik dan Demokrasi

Pernyataan Anies ini bukan sekadar kritik personal, melainkan sebuah refleksi atas tantangan besar yang dihadapi demokrasi Indonesia. Krisis kepercayaan publik, menurutnya, memiliki implikasi serius. Dalam jangka pendek, hal itu dapat memicu apatisme politik dan ketidakminatan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses-proses kenegaraan. Dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi merusak fondasi demokrasi itu sendiri.

Ketika rakyat tidak lagi percaya pada institusi, mereka cenderung mencari alternatif di luar kerangka demokrasi, atau bahkan menjadi sasaran empuk dari informasi yang menyesatkan.

“Demokrasi kita tidak akan sehat jika diisi oleh pejabat yang tidak lagi dipercaya oleh rakyatnya sendiri. Kita harus kembali pada prinsip bahwa kekuasaan itu adalah amanah, bukan privilese,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Anies lantas menawarkan solusi yang berfokus pada pengembalian marwah jabatan publik. Ia menekankan perlunya teladan moral dari level kepemimpinan tertinggi. Pejabat, kata dia, harus menjadi contoh utama dalam ketaatan pada etika, hukum, dan komitmen pada kepentingan publik.

Seruan untuk Pimpinan dan Harapan Perubahan

Pernyataan Anies ini dinilai banyak pihak sebagai seruan moral yang ditujukan langsung kepada para pimpinan negara dan birokrasi, terutama menjelang Pemilu. Ia secara implisit menantang para pemimpin untuk membuktikan komitmen mereka dalam membersihkan praktik-praktik buruk yang merusak integritas.

“Pemimpin yang baik adalah mereka yang bersedia dikoreksi, yang membuka diri terhadap kritik, dan yang paling penting, menunjukkan bahwa mereka adalah hamba dari rakyat, bukan sebaliknya,” tutupnya, mendapatkan tepuk tangan meriah dari audiens.

Kritik Anies tentang krisis kepercayaan ini seolah menjadi pengingat keras bahwa agenda utama yang harus diemban oleh pemerintahan mendatang bukan hanya tentang pembangunan fisik dan ekonomi, tetapi juga tentang pembangunan integritas dan pemulihan etika publik. Pernyataan ini diharapkan dapat memicu debat yang lebih mendalam mengenai bagaimana cara mengembalikan kepercayaan rakyat, yang merupakan fondasi fundamental bagi keberlangsungan negara yang adil dan makmur.

By admin