PETA NARASI – Pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas terhadap praktik perdagangan pakaian bekas impor, atau yang populer dikenal sebagai thrifting. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), secara terbuka menegaskan bahwa Presiden telah mengeluarkan perintah untuk menutup total keran impor pakaian bekas ke dalam negeri. Kebijakan ini merupakan langkah strategis yang didorong oleh keprihatinan mendalam terhadap perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta industri tekstil domestik.
Penegasan Cak Imin ini disampaikan dalam berbagai kesempatan, mencerminkan komitmen kuat pemerintah untuk membasmi praktik impor ilegal yang telah merugikan perekonomian nasional selama bertahun-tahun.
Ancaman Serius bagi Industri Tekstil Nasional
Fenomena thrifting telah menjadi sorotan utama pemerintah karena dampaknya yang masif terhadap industri garmen dan tekstil lokal. Masuknya jutaan ton pakaian bekas impor secara ilegal menciptakan persaingan harga yang tidak seimbang di pasar domestik.
Menurut data yang dirilis oleh berbagai lembaga, nilai impor pakaian bekas ilegal ke Indonesia ditaksir mencapai angka yang sangat fantastis, bahkan mencapai triliunan rupiah per tahun. Mayoritas barang bekas ini masuk melalui jalur-jalur tikus di berbagai pelabuhan, terutama di wilayah seperti Pontianak, Kalimantan Barat, dan beberapa titik di Riau, sering kali difasilitasi oleh oknum-oknum di pelabuhan.
Cak Imin menjelaskan bahwa masalah utama dari impor pakaian bekas bukan hanya terkait persaingan harga, tetapi juga masalah legalitas dan potensi bahaya kesehatan.
“Presiden sudah memerintahkan kepada jajaran menteri, terutama Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, untuk menutup keran impor ini secara total,” tegas Cak Imin.
Ia menekankan bahwa praktik ini sepenuhnya ilegal karena Indonesia memiliki aturan yang melarang impor pakaian bekas, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang berlaku.
Kerugian Negara dan Kesehatan Publik
Secara ekonomi, kerugian yang ditimbulkan dari impor ilegal ini sangat besar. Selain merusak rantai pasok dan daya saing produk UMKM lokal, negara juga kehilangan potensi penerimaan pajak dan bea masuk yang signifikan. Praktik ilegal ini menciptakan lingkaran setan, di mana keuntungan besar dinikmati oleh oknum penyelundup, sementara negara dan produsen lokal menderita.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang diberi mandat langsung oleh Presiden, telah mengkonfirmasi bahwa pihaknya sedang memperketat pengawasan dan menyiapkan sanksi yang lebih berat. Purbaya bahkan menantang para pedagang thrifting yang mengaku menyetor uang besar ke oknum Bea Cukai untuk membuktikan setoran tersebut agar oknum-oknum yang terlibat dapat ditindak tegas.
Selain aspek ekonomi, isu kesehatan juga menjadi perhatian serius. Pakaian bekas impor, yang sering disebut balpres (ball press), dikhawatirkan membawa jamur, bakteri, dan penyakit kulit karena proses penanganan dan pengemasannya yang tidak higienis. Meskipun sebagian masyarakat berdalih bahwa pakaian tersebut dicuci dan disterilkan, risiko kontaminasi tetap tinggi, mengancam kesehatan konsumen.
Solusi dan Substitusi Usaha bagi Pedagang Thrifting
Pemerintah menyadari bahwa penutupan keran impor pakaian bekas ini akan berdampak langsung pada ribuan pelaku usaha thrifting yang selama ini mengais rezeki dari bisnis tersebut. Untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi yang muncul, Cak Imin menyebutkan bahwa kebijakan ini akan disertai dengan program substitusi usaha.
“Pemerintah tidak hanya menutup, tetapi juga menyiapkan jalan keluar. Kita akan berupaya agar para pelaku ekonomi yang terdampak ini dapat beralih ke usaha yang lebih sehat dan produktif,” ujar Muhaimin.
Program substitusi ini mencakup berbagai upaya, seperti pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, dan fasilitas untuk beralih menjadi penjual produk-produk lokal atau usaha lain yang mendukung industri dalam negeri. Tujuannya adalah memastikan bahwa mata pencaharian pedagang tidak hilang, melainkan bertransformasi ke sektor yang legal dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Langkah tegas pemerintah ini disambut baik oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan pelaku UMKM garmen yang selama ini berjuang keras menghadapi gempuran barang bekas impor. Mereka berharap, dengan tertutupnya keran impor ini, industri lokal dapat kembali bangkit, menciptakan lapangan kerja, dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Penutupan impor pakaian bekas menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah saat ini, menunjukkan keseriusan dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan melindungi produk-produk buatan anak bangsa.