PETA NARASI – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, pada Rabu (10/12/2025) telah menarik perhatian publik secara luas. Selain dugaan kasus suap proyek yang menjeratnya, sorotan juga tertuju pada total harta kekayaan sang Bupati, termasuk koleksi kendaraan bermotor yang terparkir di garasinya. Dari penelusuran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), terungkap bahwa Ardito Wijaya memiliki aset kekayaan yang mencapai miliaran Rupiah, dengan mayoritas berupa tanah dan bangunan, sementara isi garasinya didominasi oleh dua unit mobil SUV mewah dan satu unit motor.
Harta Kekayaan Mencapai Rp12,8 Miliar
Ardito Wijaya, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK, tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp12.857.356.389 (sekitar Rp12,8 miliar). Data ini merujuk pada LHKPN yang dilaporkan kepada KPK per tanggal 10 April 2025. Jumlah fantastis ini sebagian besar disumbangkan oleh aset properti, sementara koleksi kendaraan menempati urutan kedua.
- Aset Terbesar: Mayoritas kekayaan Ardito Wijaya berasal dari Tanah dan Bangunan yang total nilainya mencapai Rp12.035.000.000 (Rp12,035 miliar). Ia tercatat memiliki lima bidang tanah dan bangunan yang semuanya berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah, hasil dari jerih payahnya sendiri. Nilai terbesar dari properti ini mencapai Rp5.000.000.000 untuk satu bidang tanah dan bangunan seluas 4.661 m2/4.661 m2.
- Kas dan Setara Kas: Selain properti, Ardito juga memiliki kas dan setara kas senilai Rp117.356.389.
- Tanpa Utang dan Surat Berharga: Menariknya, dalam laporannya, Bupati yang baru saja terjerat kasus suap ini tidak tercatat memiliki utang, harta bergerak lainnya, maupun surat berharga.
Isi Garasi: Koleksi SUV dan Motor Klasik
Meskipun bukan penyumbang terbesar kekayaannya, koleksi alat transportasi dan mesin Ardito Wijaya juga menarik untuk diulas. Total nilai seluruh kendaraan yang dilaporkan mencapai Rp705.000.000. Isi garasi ini memperlihatkan preferensi sang Bupati terhadap kendaraan jenis Sport Utility Vehicle (SUV) yang populer dan berkelas, ditambah satu unit sepeda motor yang bernilai jauh lebih kecil.
Rincian koleksi kendaraan Ardito Wijaya, berdasarkan LHKPN terakhir, adalah sebagai berikut:
| Jenis Kendaraan | Merek & Tipe | Tahun Perolehan | Nilai (Hasil Sendiri) |
| Mobil | Toyota Fortuner 2.4 VRZ 4×2 A/T | Tahun 2017 | Rp357.000.000 |
| Mobil | Honda CR-V 1.5 TC PRESTIGE CVT CKD | Tahun 2018 | Rp345.000.000 |
| Motor | Suzuki UY 125 S (Suzuki Spin) AT | Tahun 2011 | Rp3.000.000 |
Jika dilihat, dua unit mobil SUV yang dimiliki Ardito Wijaya adalah model-model yang cukup mewah dan sering dijadikan simbol status. Toyota Fortuner dan Honda CR-V yang dimilikinya merupakan kendaraan pribadi yang diperoleh dari hasil sendiri, dengan total nilai mencapai Rp702 juta. Di sisi lain, koleksi kendaraan roda dua yang dimiliki hanya satu unit, yaitu motor matik klasik Suzuki UY 125 S (Suzuki Spin) AT tahun 2011 yang nilainya hanya Rp3 juta. Kombinasi ini memperlihatkan kontras yang cukup mencolok dalam pilihan kendaraannya.
Suap Proyek Rp5,75 Miliar
Penangkapan Ardito Wijaya ini merupakan hasil dari OTT KPK yang melibatkan total lima orang lainnya. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengonfirmasi bahwa operasi senyap tersebut terkait dengan dugaan kasus suap proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, KPK mengumumkan penetapan Ardito Wijaya dan beberapa orang lainnya sebagai tersangka pada hari Kamis (11/12/2025). KPK menduga Ardito Wijaya menerima suap yang disinyalir mencapai Rp5,75 Miliar terkait proyek-proyek tersebut. Bahkan, informasi terbaru menyebutkan bahwa sebagian dari uang suap tersebut diduga digunakan untuk menutupi utang kampanye Pilkada.
Sebagai barang bukti, KPK juga telah menyita sejumlah uang tunai dalam pecahan Rupiah dan logam mulia emas yang diamankan selama OTT berlangsung. Ardito Wijaya dan pihak-pihak terkait lainnya kini telah ditahan di Rutan KPK.
Kasus ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi di Indonesia, kembali mengingatkan pentingnya integritas dan transparansi dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai instrumen pengawasan kekayaan pejabat publik. Kontras antara kekayaan fantastis yang dilaporkan dengan dugaan penerimaan suap semakin mempertegas perlunya pengawasan ketat terhadap sumber-sumber kekayaan para pejabat negara.