Industri Lokal Terancam! Indonesia Perketat Keran Impor Produk China

PETA NARASI – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian terkait, secara serius tengah menyiapkan regulasi baru yang bersifat membatasi dan memperketat arus masuk barang impor, khususnya produk konsumsi baru asal China. Langkah tegas ini diambil sebagai respons atas kekhawatiran meluasnya “banjir” barang impor murah yang dinilai telah merusak harga pasar domestik dan mematikan laju usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menjadi salah satu pihak terdepan yang mendorong kebijakan restriktif ini. Dalam beberapa pernyataan terakhir, ia menekankan bahwa Indonesia harus memiliki mekanisme perlindungan yang lebih kuat bagi produk-produk lokal yang kini berjuang keras melawan gempuran produk impor baru dengan harga yang tidak sebanding.

“Kita tidak akan melakukan pemblokiran massal, tetapi kita harus membatasi. Filosofinya jelas: jika industri dalam negeri kita sudah mampu memproduksi barang tersebut, maka impornya harus kita batasi,” tegas Maman. “Kita hanya akan membuka keran impor bagi barang-barang yang memang belum bisa diproduksi oleh industri lokal. Produk lokal harus punya pasar dan kesempatan berkembang yang adil.”

Ancaman Barang Impor Ilegal dan Predatory Pricing

Isu “banjir” barang China telah menjadi sorotan utama sejak pertengahan tahun 2025, menyusul upaya pemerintah memberantas perdagangan pakaian bekas impor (thrifting). Namun, permasalahan ternyata meluas ke produk baru. Laporan menunjukkan bahwa banyak barang impor baru, terutama dari China, masuk ke pasar domestik melalui jalur ilegal atau tidak tercatat, termasuk melalui pengiriman barang kiriman dengan nilai yang dimanipulasi. Fenomena ini diperparah oleh praktik predatory pricing di sejumlah platform digital, di mana barang dijual dengan harga jauh di bawah biaya produksi wajar, membuat produk UMKM sulit bersaing.

Presiden Joko Widodo sendiri pada tahun sebelumnya telah menyinggung fenomena over-produksi di China yang menyebabkan banyak negara, termasuk Indonesia, perlu memberlakukan restriksi perdagangan untuk melindungi pasar domestik mereka. Fenomena ini bukan lagi sekadar tantangan, melainkan ancaman nyata bagi keberlangsungan industri manufaktur dan UMKM Indonesia.

Revisi Permendag Sebagai Payung Hukum

Untuk mengimplementasikan pembatasan ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) didorong untuk segera mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur tentang kebijakan dan pengaturan impor. Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 (dan perubahan-perubahan sebelumnya) disinyalir akan menjadi instrumen utama dalam pengetatan ini.

Beberapa poin krusial yang diperkirakan akan diubah meliputi:

  1. Penambahan Komoditas Larangan Terbatas (Lartas): Diperkirakan akan ada penambahan signifikan pada daftar komoditas yang tunduk pada aturan Lartas, terutama untuk produk konsumsi yang sudah dikuasai UMKM, seperti alas kaki, tekstil, kosmetik, elektronik rumah tangga kecil, dan mainan.
  2. Pengetatan Persetujuan Impor (PI): Importir barang-barang Lartas akan menghadapi persyaratan yang lebih ketat, termasuk kewajiban memiliki Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) yang lebih kompleks untuk memastikan kepatuhan terhadap standar teknis dan kuota.
  3. Pengawasan Jalur Perdagangan: Pemerintah bertekad untuk menertibkan barang impor ilegal baru yang masuk melalui jalur pengiriman barang kiriman perorangan (ritel) dan tidak tercatat.

Langkah ini menyiratkan bahwa pemerintah tidak hanya akan fokus pada pelarangan, tetapi juga pada pengawasan yang lebih cermat di pelabuhan dan titik masuk lainnya.

Tantangan dan Reaksi Pelaku Usaha

Meskipun disambut baik oleh pelaku UMKM dan asosiasi industri yang selama ini merasa tertekan, rencana pembatasan impor ini juga menuai tantangan. Sejumlah pihak mengkhawatirkan kebijakan ini dapat berdampak ganda. Misalnya, Asosiasi Pengusaha mengkhawatirkan bahwa pengetatan aturan impor, terutama Lartas, justru akan mempersulit industri hilir dalam negeri untuk mendapatkan bahan baku dan komponen mesin yang belum bisa diproduksi di Indonesia. Jika akses bahan baku terhambat, biaya produksi dapat melonjak, yang pada akhirnya membuat produk lokal kurang bersaing dari segi harga dan kualitas, dan merugikan konsumen.

Menanggapi hal ini, Kemendag dan kementerian terkait menegaskan bahwa mereka akan memastikan adanya mekanisme pengecualian atau jalur cepat untuk impor bahan baku industri. Fokus utama pembatasan adalah pada barang konsumsi jadi yang memiliki potensi merusak pasar lokal secara langsung.

Secara keseluruhan, pemerintah berharap kebijakan baru ini dapat menciptakan keseimbangan ekosistem perdagangan yang lebih sehat, mendorong pertumbuhan UMKM, dan mencapai kemandirian industri nasional tanpa mematikan iklim investasi dan perdagangan internasional. Aturan detail terkait komoditas apa saja yang akan dibatasi serta mekanisme pengawasannya diperkirakan akan diumumkan secara resmi sebelum akhir tahun ini.

By admin